f

Rabu, 02 November 2011

Kematian dianggap sebagai ujian

       Kematian dianggap sebagai ujian, cobaan, musibah dan sejenisnya, itu biasa saya dengar. Tapi, kematian disebut nikmat... itu luar biasa...How can be? Bagaimana bisa kematian disebut nikmat? Dan karenanya harus kita syukuri?
      Dalam surat Ar Rahman, Allah mengulang-ngulang pertanyaan "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" Setiap kali Dia menyebutkan suatu nikmat, maka pertanyaan tersebut akan mengikutinya.
Maka membaca ayat ke 26 sampai 28, yang artinya, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”, kita bisa memahami bahwa kematian/kebinasaan adalah termasuk nikmat Allah Swt. Dan hanya oleh orang-orang yang kafir dan keras kepala saja yang mengingkari nikmat tersebut.

      Mengetahui bahwa yang menyebut kematian sebagai nikmat adalah Sang Pencipta kematian, tidak ada pilihan kecuali percaya bahwa memang kematian adalah nikmat.
But, how can be??? Inilah beberapa jawabanya :
Dikatakan nikmat, karena kematian mengingatkan kita akan nikmat kehidupan. Dan sesuatu yang mengingatkan akan nikmat maka ia adalah nikmat. Sebagaimana kata pepatah arab, 'tu'roful asyyaa' biadldaadihaa' "Sesuatu diketahui dengan kebalikannya. Seperti warna putih memperjelas keberadaan warna hitam.
Jika demikian adanya, maka sesungguhnya segala ketidaknikmatan yang diciptakan oleh Allah, sejatinya adalah juga kenikmatan. Karena ia memperjelas kenikmatan yang sesungguhnya. Sakit memperjelas nikmat sehat. Rasa lapar memperjelas nimat kenyang.Tidak punya uang memperjelas nikmatnya punya uang. Tidak punya anak memperjelas nikmatnya punya anak. Tidak punya suami/istri memperjelas nikmatnya punya pasangan yang halal, dst.
Kematian disebut nikmat juga karena merupakan pengingat yang paling ampuh, dan pelajaran yang paling berkesan. Hanya dengan kematian sesorang manusia menyadari bahwa hidup di dunia tidak kekal adanya. Hanya dengan kematian, manusia menyadari kelemahan dirinya. Bukankah kematian tidak ada obatnya? Bahkan tidak dapat diundur atau dimajukan? Tidak ada seorangpun betapapun berkuasanya mampu melawan dan menghindar dari kematian. Subhanallah...kematian sungguh sebuah nikmat, dan Maha benar Allah yang berfirman,"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?".

      Selain itu, kematian adalah tawaran bonus. Sebuah janji bersyarat. Bukankah jika kita bersabar dan berserah diri ketika menghadapi kematian orang2 yang kita cintai, dapat mengantarkan kita kepada pahala yang sangat besar? Adakah yang mengingkari bahwa tawaran bonus seperti ini merupakan nikmat?
Tidak ada kepedihan yang melebihi kehilangan mereka yang kita cintai. Oleh karenanya bonus pahalanya juga sangat besar. Dan tawaran bonus ini banyak diterima manusia, tapi hanya sedikit diantara mereka yang berhasil mendapatkan bonusnya (semoga kita termasuk yang sedikit itu, amin)
Sebab lain adalah, kematian bukanlah akhir kehidupan. Tapi hanya sebuah perpindahan. Pindah dari kampung amal menuju kampung balasan. Di sanalah seorang mukmin akan mendapat balasan atas keimanan dan kebaikanya. Dan orang kafir akan mendapatkan balasan atas kekafiran dan kedurhakaanya.
Maka benar firman Allah, hanya orang kafir lah yang akan mengingkari nikmat kematian. Karena kematian baginya adalah awal penderitaan panjang tak berujung. Penderitaan yang tidak memungkinkan baginya untuk menyebut kematian sebagai sebuah nikmat.
Sebaliknya, seorang mukmin merasakan kematian sebagai sebuah nikmat. Karena hanya lewat gerbang kematianlah seorang mukmin akan mendapatkan kebahagian abadi dalam keredloan Tuhannya. Hanya dengan kematian seorang mukmin terlepas dari segala penderitaan dunia, kesengsaraan, fitnah, ujian dan penyakit-penyakit dunia.
Imam Bukhori dan Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dengan sanad mereka, dari Abi Qatadah bin Rab’i, bahwa Rasulullah Saw suatu ketika dilewati oleh jenazah sesorang, lalu beliau bersabda, “Yang beristirahat atau yang mengistirahatkan”. Para sahabat bertanya, “Apakah maksud yang beristirahat dan yang mengistirahatkan, wahai Rasulullah?”. Rasulullah Saw bersabda,”Hamba yang mukmin beristirahat dari segala urusan dunia. Sedang hamba yang durhaka mengistirahatkan manusia, hewan, tumbuhan dan alam dari kedurhakaannya.”
Berapa sering Alloh memutuskan keangkuhan para dictator lewat kematian. Menghempaskan mereka dari kemewahan istana menuju kegelapan dasar kubur. Dari keramaian massa dan pengawal menuju sebuah rumah yang terkunci pintunya. Rumah yang dijaga oleh ulat-ulat. Dengan kematian mereka, manusia menjadi tenang, negara menjadi tentram , bahkan hewan dan alam pun menjadi damai.
Allah SWT berfirman, “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh.” (QS Ad Dukhan ayat 29).
Allah SWT juga berfirman, “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al An’am ayat 45).
         Dan seandainya Allah tidak menentukan kematian bagi makhluk hidup, niscaya dunia ini akan menjadi museum terbuka bagi penghuninya. Si A umurnya 500 tahun, si B umurnya 2000 tahun, si C umurnya 7000 tahun. Dan dengan demikian dunia akan penuh sesak dengan penghuninya, dan akan menjadi beban berat bagi negara dan pemerintah. Sungguh, jika bukan karena kematian, tentulah tidak ada kehidupan.
Bahkan jika ada 2 ekor lalat saja yang berkembang biak selama 5 tahun tanpa kematian, niscaya lalat-lalat itu akan membentuk lapisan berukuran 5 cm di seluruh permukaan bumi. Dari sinilah maka kematian sungguh adalah nikmat dari Allah Swt, karena dengan kematian lah alam menjadi seimbang.
Akhirnya, harapan kita hanya satu, semoga kita dapat 'mensyukuri' nikmat kematian ini, baik ketika ia merenggut mereka yang kita cintai atau ketika merenggut nyawa kita sendiri. Amin Ya rabbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar