f

Rabu, 02 November 2011

Keutamaan Bulan Dzulhijjah

بسم الله الرحمن الرحيم
 
segala puji bagi Allah ta’ala, sholawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah  yang tidak ada Nabi lagi sesudahnya, Amma ba’du 
Diantara karunia Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya adalah Allah Ta’ala telah menjadikan bagi mereka musim-musim kebaikan untuk melakukan ketaatan kepadaNya, mereka bisa memperbanyak amal-amal sholih pada musim-musim itu, berlomba-lomba untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang memenfaatkan musim-musim itu dan tidak membiarkannya berlalu sia-sia begitu saja.
Diantara musim-musim yang mulia ini adalah sepuluh hari yang pertama di bulan Dzulhijjah, itu hari-hari yang Rasulullah  memberikan kesaksian bahwa itu hari-hari yang paling mulia di dunia. Beliau menganjurkan untuk beramal shalih di hari-hari itu, bahkan Allah ta’ala bersumpah dengannya, maka ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa sepuluh hari yang pertama di bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang paling utama di dunia, karena Allah Yang Maha Agung tidak akan bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung.
Hal ini memberi semangat kepada seorang hamba untuk sungguh-sungguh di hari-hari tersebut dan memperbanyak amal shalih serta amalan-amalan sunnah. Semoga Allah ta’ala memberi karunia kepada kita untuk bisa memanfaatkan sebaik-baiknya di hari-hari itu dan menolong kita memanfaatkannya sesuai dengan apa yang diridhaiNya.
Bagaimana kita menyambut 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ?
Menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk menyambut musim ketaatan secara umum, diantaranya sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah :
1.Bertaubat yang benar.
Wajib bagi setiap muslim untuk menyambut musim ketaatan dengan taubat yang sejujurnya dan bertekad kuat untuk kembali kepada Allah ta’ala. Maka bertaubat adalah keberuntungan bagi seorang hamba di dunia dan di akhirat, Allah ta’ala berfirman :
“Dan bertaubat kepada Allah semuanya wahai orang-orang yang beriman, niscaya kalian akan beruntung.” (An-Nuur : 31)
2.Bersungguh-sungguh untuk memanfaatkan hari-hari itu.
Hendaknya seorang muslim sangat bersungguh-sungguh untuk memakmurkan hari-hari itu dengan perbuatan dan perkataan shalih. Barang siapa yang bersungguh-sungguh dengan kebaikan niscaya Allah ta’ala akan membantunya dan menyiapkan untuknya sebab-sebab yang menyempurnakan amal kebajikannya, barang siapa yang membenarkan kepada Allah maka Allah akan benar kepadanya, Allah ta’ala berfirman : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabuut : 69)
3.Menjauh dari maksiyat.
Sebagaimana ketaatan adalah merupakan sebab dekatnya seorang hamba kepada Allah ta’ala, demikian pula maksiyat itu merupakan sebab jauhnya seorang hamba dari Allah ta’ala dan terusir dari rahmatNya. Terkadang seseorang diharamkan dari rahmat Allah ta’ala disebabkan dosa yang dilakukannya. Maka jika menginginkan ampunan dosa dan terbebas dari siksa neraka, berhati-hatilah dari terjatuh ke dalam maksiyat pada hari-hari ini dan hari-hari yang lainnya !!!  dan siapa yang mengetahui apa yang diinginkannya maka akan rendah (tidak berharga) dari apa yang diberikannya.
Bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku muslim…untuk memanfaatkan hari-hari ini, dan sambutlah dengan baik sebelum luput darimu kesempatan ini dan kamu menyesal, dan kerugian bagi orang yang menyesal …
Keutamaan Sepuluh Pertama Bulan Dzulhijjah
1.         Bahwa Allah ta’ala bersumpah dengannya. Ketika Allah bersumpah dengan sesuatu, hal itu menunjukkan keutamaan dan agungnya kedudukan sesuatu yang dijadikan sumpah tersebut, karena Yang Maha Agung tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung. Allah ta’ala berfirman :
“Demi fajar. Dan malam yang sepuluh.”
Malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, hal ini pendapatnya kebanyakan ahli tafsir. Dan Ibnu Katsir berkata : Itulah yang benar.
2.         Merupakan hari-hari yang telah dimaklumi yang disyari’atkan untuk selalu mengingatnya. Allah ta’ala berfirman : “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”
Jumhur para ulama berpendapat bahwa hari yang telah tentukan adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Diantaranya pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallaahu’anhum.
3.         Rasulullah  memberi kesaksian bahwa itu merupakan hari yang paling utama di dunia. Dari Jabir bin Abdillah  dari Nabi  bersabda : “Hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (yakni yang pertama bulan Dzulhijjah)” Ditanyakan kepada beliau: “Tidakkah semisal itu dalam jihad fi-sabillah?” Beliau menjawab: “Tidak semisal itu dalam jihad fi-sabilillah. Kecuali seorang yang menutup wajahnya dengan debu (meninggal di medan jihad, pent)” (HR. Al-Bazzaar dan Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Bani)
4.         Di dalamnya ada hari Arafah. Hari Arafah adalah adalah hari Haji Akbar, hari diampuninya dosa dan pembebasan dari api neraka, jika tidak ada di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah kecuali hari Arafah maka hal itu sudah cukup sebagai satu keutamaan.
5.         Di dalamnya ada hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah). Hari itu merupakan hari yang paling utama di dunia menurut pendapat sebagian para ulama Rasulullah  bersabda :
 أَعْظَمُ الْأَياَّمِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ [رواه أبو داود والنسائي وصححه الألباني]
“Hari yang paling utama di dunia adalah hari Nahr kemudian hari Qorr.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani)
6.         Terkumpul di dalamnya Ummuhatul Ibadah (pokok-pokok ibadah). Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari: “Yang nampak bahwa sebab dimuliakannya sepuluh pertama bulan Dzulhijjah karena terkumpul di dalamnya Ummahatul Ibadah pokok-pokok ibadah yaitu: sholat, puasa, shodaqah dan haji, hal itu tidak ada di hari-hari yang lain.”
Keutamaan Beramal Di Sepuluh Pertama Bulan Dzulhijjah
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata : Rasulullah  bersabda: “Tidaklah ada dari hari-hari yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah dari pada hari-hari itu (yakni sepuluh pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak pulang dengan sesuatu apapun (yakni meninggal di medan jihad).” (HR. Bukhari)
Dari Abdillah bin Umar radhiyallahu’anhuma berkata :  “Aku ada di sisi Rasulullah , maka aku menyebutkan kepada beliau tentang amal-amal sholeh.” Maka beliau bersabda: “Tidak ada hari-hari didunia yang lebih utama dari sepuluh hari ini”. Mereka bertanya: “Wahai Rasululloh tidak juga jihad di jalan Allah?” Maka beliau bertakbir kemudian bersabda: “Tidak pula jihad, kecuali apabila seseorang keluar dengan jiwa dan hartanya dijalan Allah, kemudian menjadi tempat meninggalnya di (HR.Ahmad dan Syaikh Al Bani Menghasankan sanad hadits ini)
Dua hadits ini dan yang lainnya menunjukkan bahwa setiap amal shalih yang dilakukan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih dicintai Allah ta’ala daripada jika dilakukan di hari-hari yang lain, dan jika amal itu lebih dicintai Allah ta’ala maka hal itu menunjukkan lebih utama bagiNya. Dua hadits ini juga menunjukkan bahwa seorang yang beramal pada hari-hari itu lebih utama dari berjihad di jalan Allah yang pulang kembali dengan jiwa dan hartanya. Amal-amal shalih  yang dilakukan di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah pahalanya akan berlipat ganda tanpa terkecuali.
Diantara Amalan Yang Disunnahkan Pada Sepuluh Pertama Bulan Dzulhijjah
Jika sudah jelas bagimu wahai saudaraku muslim… tentang keutamaan beramal di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah mengalahkan hari-hari yang lain dan musim-musim ini merupakan karunia dan ni’mat dari Allah atas hambaNya, juga kesempatan yang besar yang wajib untuk dimanfaatkannya, maka harus menjadi perhatian anda untuk mengkhususkan sepuluh pertama bulan Dzulhijjah ini dengan menambah perhatian dan keseriusan untuk memerangi jiwamu dengan  ketaatan, memperbanyak amal kebajikan dan berbagai ketaatan. Seperti itulah dahulu keadaan para salafus shalih dalam musim-musim seperti ini.
Berkata Abu Utsman An-Nahdi: “Mereka (yakni para salaf) selalu mengagungkan sepuluh hari yang tiga: Sepuluh yang terakhir dari Ramadhan, sepuluh yang pertama dari bulan Dzulhijjah dan sepuluh yang pertama dari bulan Muharram.”
Diantara amalan yang disunnahkan bagi seorang muslim untuk memperhatikan dan memperbanyak melakukannya pada hari-hari ini adalah :
1.         Menunaikan ibadah haji dan umrah. Keduanya adalah yang paling utama dari amalan yang dilakukan pada sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, barang siapa yang diberi kemudahan untuk menunaikan ibadah haji atau ke Baitullah atau menunaikan dengan cara yang sesuai maka balasannya adalah surga karena sabda Rasulullah  :
 اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلاَّ الْجَنَّةُ [متفق عليه]
“Dari umrah yang satu ke umrah berikutnya adalah penebus dosa diantara keduanya dan haji yang yang mabrur tidak ada balasannya kecualu surga.” (Muttafaqun alaih)
Haji yang mabrur adalah haji yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah  yang tidak dicampuri dengan dosa dari riya, mencari popularitas, perkataan keji dan fasiq serta dipenuhi dengan amalan yang shalih dan kebajikan.
2.         Berpuasa. Berpuasa juga masuk dalam jenis amalan shalih bahkan termasuk yang lebih utama. Allah ta’ala telah menyandarkan kepada diriNya karena kedudukannya yang mulia dan ketinggian nilainya, Allah berfirman dalam hadits qudsi:
“Semua amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa maka itu untukKu dan Aku yang akan membalasnya.”
Nabi  telah mengkhususkan puasa di hari Arafah (tanggal sembilan bulan Dzulhijjah), diantara sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan tambahan perhatian, diantara keutamaannya adalah beliau bersabda:
“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR.  Muslim)
Karena disunnahkan bagi setiap muslim untuk berpuasa tanggal sembilan Dzulhijjah karena Nabi  menganjurkan untuk beramal shalih pada hari itu. Imam Nawawi rahimahullah berpendapat tentang sunnah berpuasa di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, beliau mengatakan: “Berpuasa di hari-hari itu adalah sunnah dan sangat sunnah.”
3.         Sholat . Sholat adalah ibadah yang paling mulia, paling agung dan paling banyak keutamaannya, karenanya wajib bagi setiap muslim untuk menjaganya pada waktunya dengan berjamaah. Dianjurkan untuk banyak menunaikan sholat-sholat sunnah pada hari-hari itu, karena hal itu merupakan pendekatan diri kepada Allah yang paling utama. Rasulullah  bersabda dengan apa yang beliau riwayatkan dari Rabbnya: “Senantiasa hambaKu mendekat kepadaKu dengan hal-hal sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
4.         Mengumandangkan Takbir, Tahmid, Tahlil dan Dzikir. Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma dari Nabi  bersabda: “Tiada hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintaiNya untuk beramal pada hari-hari itu dari pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka perbanyaklah dari tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad)
Imam Bukhari berkata: “Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma keluar ke pasar pada sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, keduanya bertakbir maka orang-orangpun bertakbir bersama keduanya. Beliau mengatakan: Dahulu Umar bin Khathab  bertakbir di kubbahnya di Mina pada hari-hari itu, juga beliau lakukan selepas sholat, di atas tempat tidurnya, ditendanya, di majlisnya dan di tempat beliau berjalan pada hari-hari itu semuannya.”
Disunnahkan bagi setiap muslim untuk mengeraskan suaranya dalam bertakbir pada hari-hari itu, dan hendaknya jangan bertakbir bersama (koor) karena yang seperti itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah  juga tidak seorangpun dari para salaf, dan yang sunnah adalah masing-masing bertakbir sendiri.
5.         Bershadaqah. Bershadaqah merupakan amalan shalih yang disunnahkan bagi setiap muslim memperbanyak melakukannya di hari-hari itu, Allah ta’ala telah menganjurkan dalam firmanNya : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah : 254)
Rasulullah  bersabda : “Tidak akan berkurang shadaqah dari harta.” (HR.Muslim)
Masih banyak amalan yang disunnahkan untuk memperbanyakan melakukannya pada hari-hari itu, menambah dengan yang sudah disebutkan, maka akan kami sebutkan sekedar untuk mengingatkan diantaranya : Membaca Al Qur’an dan mempelajarinya, istighfar, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung hubungan silaturrahim dan kekerabatan, menebarkan salam, memberi makan, mendamaikan diantara manusia yang berseteru, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, menjaga lidah dan kemaluan, berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, infaq di jalan Allah, mengambil sesuatu yang mengganggu orang lewat di jalan, memberi nafkah kepada istri dan keluarga, mengurus anak yatim, menjenguk orang sakit, membantu meringankan kebutuhan saudaranya, bershalawat atas Nabi , tidak mengganggu kepada kaum muslimin, lembut terhadap bawahannya, menghubungkan kawan-kawan kedua orang tua, mendo’akan saudaranya di saat tidak bersamanya, menunaikan amanah, memenuhi janji, berbuat baik kepada bibi dan paman dari ibu, menolong orang yang kesulitan, menahan pandangan dari yang diharamkan Allah, menyempurnakan wudhu, berdo’a diantara adzan dan iqamah, membaca surat Al Kahfi di hari Jum’at, pergi ke masjid dan menjaga sholat berjamaah, menjaga sholat sunnah rawatib, selalu mengerjakan sholat ied di mushola ied (tanah lapang), berdzikir setelah selesai sholat, selalu mencari pekerjaan yang halal, kasih sayang terhadap orang-orang lemah, selalu berbuat baik dan menunjukkan kepada kebaikan, hatinya selalu bersih dan meninggalkan kekerasan, mengajari dan mendidik anak-anak dan bekerja sama dengan kaum muslimin dalam kebaikan. Wallaahu a’lam.

Kematian dianggap sebagai ujian

       Kematian dianggap sebagai ujian, cobaan, musibah dan sejenisnya, itu biasa saya dengar. Tapi, kematian disebut nikmat... itu luar biasa...How can be? Bagaimana bisa kematian disebut nikmat? Dan karenanya harus kita syukuri?
      Dalam surat Ar Rahman, Allah mengulang-ngulang pertanyaan "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" Setiap kali Dia menyebutkan suatu nikmat, maka pertanyaan tersebut akan mengikutinya.
Maka membaca ayat ke 26 sampai 28, yang artinya, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”, kita bisa memahami bahwa kematian/kebinasaan adalah termasuk nikmat Allah Swt. Dan hanya oleh orang-orang yang kafir dan keras kepala saja yang mengingkari nikmat tersebut.

      Mengetahui bahwa yang menyebut kematian sebagai nikmat adalah Sang Pencipta kematian, tidak ada pilihan kecuali percaya bahwa memang kematian adalah nikmat.
But, how can be??? Inilah beberapa jawabanya :
Dikatakan nikmat, karena kematian mengingatkan kita akan nikmat kehidupan. Dan sesuatu yang mengingatkan akan nikmat maka ia adalah nikmat. Sebagaimana kata pepatah arab, 'tu'roful asyyaa' biadldaadihaa' "Sesuatu diketahui dengan kebalikannya. Seperti warna putih memperjelas keberadaan warna hitam.
Jika demikian adanya, maka sesungguhnya segala ketidaknikmatan yang diciptakan oleh Allah, sejatinya adalah juga kenikmatan. Karena ia memperjelas kenikmatan yang sesungguhnya. Sakit memperjelas nikmat sehat. Rasa lapar memperjelas nimat kenyang.Tidak punya uang memperjelas nikmatnya punya uang. Tidak punya anak memperjelas nikmatnya punya anak. Tidak punya suami/istri memperjelas nikmatnya punya pasangan yang halal, dst.
Kematian disebut nikmat juga karena merupakan pengingat yang paling ampuh, dan pelajaran yang paling berkesan. Hanya dengan kematian sesorang manusia menyadari bahwa hidup di dunia tidak kekal adanya. Hanya dengan kematian, manusia menyadari kelemahan dirinya. Bukankah kematian tidak ada obatnya? Bahkan tidak dapat diundur atau dimajukan? Tidak ada seorangpun betapapun berkuasanya mampu melawan dan menghindar dari kematian. Subhanallah...kematian sungguh sebuah nikmat, dan Maha benar Allah yang berfirman,"Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?".

      Selain itu, kematian adalah tawaran bonus. Sebuah janji bersyarat. Bukankah jika kita bersabar dan berserah diri ketika menghadapi kematian orang2 yang kita cintai, dapat mengantarkan kita kepada pahala yang sangat besar? Adakah yang mengingkari bahwa tawaran bonus seperti ini merupakan nikmat?
Tidak ada kepedihan yang melebihi kehilangan mereka yang kita cintai. Oleh karenanya bonus pahalanya juga sangat besar. Dan tawaran bonus ini banyak diterima manusia, tapi hanya sedikit diantara mereka yang berhasil mendapatkan bonusnya (semoga kita termasuk yang sedikit itu, amin)
Sebab lain adalah, kematian bukanlah akhir kehidupan. Tapi hanya sebuah perpindahan. Pindah dari kampung amal menuju kampung balasan. Di sanalah seorang mukmin akan mendapat balasan atas keimanan dan kebaikanya. Dan orang kafir akan mendapatkan balasan atas kekafiran dan kedurhakaanya.
Maka benar firman Allah, hanya orang kafir lah yang akan mengingkari nikmat kematian. Karena kematian baginya adalah awal penderitaan panjang tak berujung. Penderitaan yang tidak memungkinkan baginya untuk menyebut kematian sebagai sebuah nikmat.
Sebaliknya, seorang mukmin merasakan kematian sebagai sebuah nikmat. Karena hanya lewat gerbang kematianlah seorang mukmin akan mendapatkan kebahagian abadi dalam keredloan Tuhannya. Hanya dengan kematian seorang mukmin terlepas dari segala penderitaan dunia, kesengsaraan, fitnah, ujian dan penyakit-penyakit dunia.
Imam Bukhori dan Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dengan sanad mereka, dari Abi Qatadah bin Rab’i, bahwa Rasulullah Saw suatu ketika dilewati oleh jenazah sesorang, lalu beliau bersabda, “Yang beristirahat atau yang mengistirahatkan”. Para sahabat bertanya, “Apakah maksud yang beristirahat dan yang mengistirahatkan, wahai Rasulullah?”. Rasulullah Saw bersabda,”Hamba yang mukmin beristirahat dari segala urusan dunia. Sedang hamba yang durhaka mengistirahatkan manusia, hewan, tumbuhan dan alam dari kedurhakaannya.”
Berapa sering Alloh memutuskan keangkuhan para dictator lewat kematian. Menghempaskan mereka dari kemewahan istana menuju kegelapan dasar kubur. Dari keramaian massa dan pengawal menuju sebuah rumah yang terkunci pintunya. Rumah yang dijaga oleh ulat-ulat. Dengan kematian mereka, manusia menjadi tenang, negara menjadi tentram , bahkan hewan dan alam pun menjadi damai.
Allah SWT berfirman, “Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh.” (QS Ad Dukhan ayat 29).
Allah SWT juga berfirman, “Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al An’am ayat 45).
         Dan seandainya Allah tidak menentukan kematian bagi makhluk hidup, niscaya dunia ini akan menjadi museum terbuka bagi penghuninya. Si A umurnya 500 tahun, si B umurnya 2000 tahun, si C umurnya 7000 tahun. Dan dengan demikian dunia akan penuh sesak dengan penghuninya, dan akan menjadi beban berat bagi negara dan pemerintah. Sungguh, jika bukan karena kematian, tentulah tidak ada kehidupan.
Bahkan jika ada 2 ekor lalat saja yang berkembang biak selama 5 tahun tanpa kematian, niscaya lalat-lalat itu akan membentuk lapisan berukuran 5 cm di seluruh permukaan bumi. Dari sinilah maka kematian sungguh adalah nikmat dari Allah Swt, karena dengan kematian lah alam menjadi seimbang.
Akhirnya, harapan kita hanya satu, semoga kita dapat 'mensyukuri' nikmat kematian ini, baik ketika ia merenggut mereka yang kita cintai atau ketika merenggut nyawa kita sendiri. Amin Ya rabbal alamin.